TopBottom

GASA

Pertama di Indonesia!

Herbal Langka Atasi Disfungsi Ereksi & Libido Tanpa Sakit Kepala Tidak Membuat Jantung Berdebar Aman Bagi Penderita Diabetes!

Terdaftar Resmi DEPKES RI No. 9613.80911. 100% Produk Herbal

Klik baca selanjutnya.....
Announcement: wanna exchange links? contact me at clwolvi@gmail.com.

Berikut Dengan Detail Menjelaskan PRODUK Obat Kuat PASUTRI Legal, Herbal, Rekomendasi Boyke dan Co :

Gasa Foredi

Budaya Politik Dalam Konsolidasi Demokrasi

Posted by Unknown at Rabu, 26 Agustus 2009
Share this post:
Ma.gnolia DiggIt! Del.icio.us Yahoo Furl Technorati Reddit


Budaya Politik Dalam Konsolidasi Demokrasi


Seluruh pembahasan di atas didasarkan pada
hasil pemikiran para pakar dan akademisi Barat.
Apakah demokrasi merupakan monopoli dunia Barat? Tidak adakah varian budaya lainnya dalam demokrasi? Ataukah budaya merupakan pembenaran atau hanya sekedar bentuk lain, dari kekuasaan yang permisif? Ideologi politik yang diterapkan Indonesia, di bawah pemerintahan Soekarno dan Soeharto berpandangan bahwa budaya merupakan variabel nyata dari sistem politik apapun, dan karenanya masa itu menegakkan konsep sistem politik yang dianggap paling sesuai dan mampu menggambarkan nilai-nilai dasar dan karakteristik masyarakatIndonesia.

Lee Kwan Yew, pendiri dan perancang sistem politik negara Singapura juga telah
mengembangkan konsep yang menempatkan nilai budaya sebagai elemen penting dalam
sebuah sistem politik. Menurutnya politik berbasis multibudaya tidak akan pas bagi negara dengan masyarakat yang multirasial seperti Singapura.

Sebagai konsekuensinya, di Singapura ditetapkan sebuah sistem yang oleh dunia Barat
dianggap tidak demokratis. Hal ini menunjukkan bahwa Singapura merupakan “anauthoritarian Confucian anomaly among the wealthy countries of the world” (Huntington, 1991: 302).

Hasil pemikiran para pakar umunya menyimpulkan bahwa budaya memberikan pengaruh tertentu bagaimana demokrasi diadopsi oleh berbagai negara (lihat Alagappa, 1996;
Fukuyama, 1996; Lipset, 1996; Huntington, 1996: Inglehart, 2000). Berkembang pemikiran nilai budaya sebagai faktor determinan yang menentukan suksesnya ekonomi negara-negara Asia Timur. Tetapi sejak terjadinya krisis ekonomi, argumentasi mengenai keunggulan nilai budaya Asia (Asian values) seakan menghilang.

Amartya Sen (2001: 6) mengritik hipotesis Lee Kwan Yew bahwa negara yang didominasi oleh budaya Confucianism mempunyai peluang pertumbuhan ekonomi yang lebih cepat,
hanyalah berbasis pada perhitungan empiris yang sporadik dari informasi yang terbatas dan sangat selektif.

Kenyataan memang menunjukan negara-negara di Asia dalam membangun sistem demokrasinya lebih banyak mengedepankan gaya demokrasi ala barat seperti Filipina, Korea,Thailand, Taiwan dan sekarang ini Indonesia. Walaupun demikian nilai budaya masih dianggap
sebagai variabel penting dalam pelaksanaan demokrasi. Seperti dinyatakan oleh Inglehart (2000: 96) bahwa dalam jangka panjang, demokrasi tidak hanya didasari pada perubahan institusi atau perilaku elit politik, melainkan keberlangsungannya akan tergantung pada nilai dan kepercayaan dari masyarakat awam di wilayahnya.

Dahl (1997: 34) memperkuat gagasan bahwa konsolidasi demokrasi menuntut budaya demokrasi yang kuat yang memberikan kematangan emosional dan dukungan yang rasional untuk menerapkan prosedur-prosedur demokrasi. Ia melandaskan penekanannya pada pentingnya budaya demokrasi pada asumsi bahwa semua sistem politik termasuk
sistem demokrasi, cepat atau lambat akan menghadapi krisis, dan budaya demokrasi yang tertanam dengan kuatlah yang akan menolong negara-negara demokrasi melewati krisis tersebut.

Implikasinya proses demokratisasi tanpa budaya demokrasi yang mengakar menjadi rentan dan bahkan hancur ketika menghadapi krisis seperti kemerosotan ekonomi, konflik regional atau konflik sosial, atau krisis politik yang disebabkan oleh korupsi atau kepemimpinan yang terpecah. Sejalan dengan pemikiran Dahl, Huntington (ibid: 258)
memfokuskan pada isu budaya demokrasi dalam hubungan antara kinerja dan efektifitas pemerintah demokratis baru dan legitimasinya, sebagai bentuk kepercayaan publik dan elit politik terhadap sistem nilai demokrasi. Budaya demokratis harus berarti
adanya pemahaman bahwa demokrasi bukanlah panacea. Karena itu, konsolidasi demokrasi terjadi bila masyarakat menyadari bahwa demokrasi merupakan solusi dari masalah tirani tetapi belum tentu untuk masalah lain (ibid: 263).

Huntington memperingatkan bahwa tahun-tahun pertama berjalannya masa kekuasaan
pemerintahan demokratis yang baru, umumnya akan ditandai dengan bagi-bagi kekuasaan di antara koalisi yang menghasilkan transisi demokrasi tersebut, penurunan efektifitas kepemimpinan dalam pemerintahan yang baru sedangkan dalam pelaksanaan demokrasi itu sendiri belum akan mampu menawarkan solusi mendasar terhadap
berbagai permasalahan sosial dan ekonomi di negara yang bersangkutan. Tantangan bagi
konsolidasi demokrasi adalah bagaimana menyelesaikan masalah-masalah tersebut dan tidak justru hanyut oleh permasalahan-permasalahan itu.


Berikut Dengan Detail Menjelaskan PRODUK Obat Kuat PASUTRI Legal, Herbal, Rekomendasi Boyke dan Co :

 

Related Posts by Categories



1 komentar:

Posting Komentar

Berpolitik Yuk...

Solusi Keluaga Harmonis